🌦️ Puisi Tentang Tukang Becak

Pekerjaansaat ini adalah sebagai tukang Becak. Bapak Raid tinggal di daearah bekasi tepatnya di mawar raya, Bapak Raid mempunyai seorang istri bernama ibu tuminah (45 thn) dan dua orang anak perempuan yang bernama puput (22 thn), icha (13 thn), istri beserta anak bapak Raid tinggal di kampung halamananya di pemalang, jawa tengah. PUISICINTA: Puisi Berantai Orang Gila, Tukang Becak, Penjual Oncom. 445 penghianat kumpulan puisi patah hati puisi sakit hati karena cinta puisi cinta .. Contoh Proposal Peringatan Hut Kemerdekaan Ri Ke- 72 _ Tahun 2017Â puisi berantai Contoh Puisi Berantai Lucu Kocak 3 orang untuk Perpisahan Sekolah Puisi berantai ~ Masih ingat BapakTukang Becak dan Puisi Lainnya. 0 . by admin-kopisenjaid. May 1, 2022May 1, 2022. Penulis: Laila. Pencari Kerang. Kerang-kerang yang bapak tangkap. Tentang apa yang dirasakan. Dari tatap-tatapan. Berujung dijemari tangan . Baru merasakan percintaan. Antara angan dan harapan. Waktu pengin berduaan. PuisiBaju Baru bertemakan tentang perbedaan keadaan antara rakyat dan presiden. Puisi Durrahman bertemakan tentang kematian Gus Dur yaitu mantan presiden keempat Indonesia. Tukang becak digambarkan sebagai bapak atau masyarakat Indonesia. Presidennya tertawa puas dan bahagia, tetapi rakyatnya hanya pura-pura tertawa puas dan bahagia. JOMBANG- Selamet, 62, seorang tukang becak asal Kecamatan Diwek dibekuk unit PPA Satreskrim Polres Jombang, Senin (28/3) pagi. Ini setelah ia dilaporkan orang tua korban lantaran telah mencabuli dan menyetubuhi anaknya. "Pelaku sehari-hari bekerja sebagai tukang becak," terang AKP Teguh Setiawan Kasatreskrim Polres Jombang. Paratukang becak tersebut merupakan para penarik becak yang ada di sekitar Bakorwil Pamekasan maupun dari sejumlah titik di Pamekasan. Secara khusus Gubernur Khofifah membagikan bendera merah putih satu per satu pada tukang becak. Sembari membagikan bendera, Gubernur Khofifah juga memesankan agar bendera tersebut dikibarkan satu tiang penuh. KenduriPuisi Pendidikan Kita Purwakarta, Tukang Becak Pun Ikut Membacakan Puisi . 5 Agustus 2022 09:41 Diperbarui: 5 Agustus 2022 09:41 0 0 0 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto Kenduri Puisi Pendidikan Kita. TENTANG KOMPASIANA. PROFIL. PERFORMA & STATISTIK. TIM. JARINGAN. KGMEDIA.ID. SYARAT DAN KETENTUAN. DEFINISI. KETENTUAN Iya, ini puisi tentang doa seorang tukang becak" Jawab Bu Herlina. "Disalin ya Bu?" Tanya Kiki lagi. "Jangan disalin dulu. Kalian baca terlebih dulu, pahami isinya, kalau ada kata yang tidak dimengerti maksudnya boleh kalian tanyakan." Kata Bu Herlina. "Gampang Bu, isinya kan tukang becak yang sedang meminta atau berdoa kepada Tuhan." 4 Melaksanakan apersepsi yang berkaitan dengan materi pelajaran Puisi (Doa Seorang Tukang Becak). (Mahasiswa menuliskan 3 langkah kegiatan awal. Setiap langkah benar diberi skor 2) 6 3c. Kegiatan Inti 1. Siswa membaca puisi yang terdapat dalam poster/salinan/fotocopi) Doa Seorang Tukang Becak dalam hati untuk memahami dan menguasai isi puisi. 2. nj3xc. Hiduplah keluarga kurang mampu dari Bapak Gito yang mempunyai anak tunggal. Terlihat di ruang tamu Pak Gito sedang berbincang-bincang dengan anaknya. Karyo “Pak…bapak.” Bapak “Ada apa, Le?” Karyo “Bapak punya uang gak, pak?” Bapak “Lah mau buat apa to, Le?” Karyo “Saya mau daftar tentara, pak.” Datanglah ibu sambil membawa minuman untuk Bapak. Ibu “Ada apa to Le, kok serius banget.” Bapak “Ini bu, anake mau daftar tentara.” Ibu “Beneran, Yo? Sudah mantep?” Karyo “Iya bu, kalau ada uangnya.” Bapak “Kalau soal uang, bapak sama ibu usahan, Le.” Malam harinya Pak Gito dan istrinya melanjutkan perbincangan untuk membahas tentang anaknya. Ibu “Pak, gimana anake kita mau cari uang dimana?” Bapak “Gimana ya bu, kita gak punya tabungan.” Ibu “Kalau kita pinjam uang di Bank gimana, pak?” Bapak “Lah minjam di Bank jaminannya apa, bu?” Ibu “Kalau rumah atau sawah gimana, pak? Itu harta yang kita punya.” Bapak “Tapi kalau kita gak bisa bayar gimana, bu?” Ibu “Iya ya pak, kalau gak bisa bayar kita tinggal dimana?” Bapak “Apa kita jual sawah aja, bu?” Ibu “Yasudah pak gak papa, dari pada rumahnya disita.” Bapak “Yasudah besuk coba bapak tawarkan.” Beberapa hari kemudian Pak Gito memberikan uang kepada Karyo untuk mendaftarkan tentara. Bapak “Le, ini uangnya buat dafat tentara.” Karyo “Terima kasih pak, doakan diterima ya pak.” Bapak “Iya Le, wes sana hati-hati.” Setelah diberi uang, Karyo langsung bersiap-siap untuk mendaftar dan menemui salah satu petugas. Karyo “Permisi pak, kalau mau daftar dimana ya? Petugas “Itu masuk aja, dek.” Karyo “Iya pak, terima kasih.” Kemudian Karyo mengikuti tes masuk tentara. Beberapa jam kemudian Petugas memanggil Karyo. Petugas “Karyo…” Karyo Maju kedepan mengambil amplop, kembali ke tepat duduk dan membuka isi amplop “Ya Allah.” Petugas “Sudah dek tidak apa-apa. Masih ada kesempatan lain.” Karyo “Iya Pak” Bergegas meninggalkan ruangan. Dalam perjalanan pulang, Karyo bingung untuk memberitahukan kepada orang tuanya. Karyo pun leangsung bergegas pulang ke rumah. Bapak yang sedang duduk bersantai di ruang tamu, langsung menanyainya. Bapak “Gimana, Le? Diterima to?” Karyo Demgan muka sedih “Mboten pak.” Bapak Kaget “Gimana to, Yo?” Karyo “Lah gimana pak? Karyo sjuga sudah usaha.” Bapak “Sudah tak bela-belakan jual sawah, malah gak diterima.” Karyo “Maafin Karyo pak. Kar…” Bapak “Sudah pokoknya kamu harus ngembalike duite.” Tiba-tiba Ibu datang. Ibu “Sabar…pak…sabar! Istighfar pak.” Bapak “Bapak gak mau tahu. Pokoknya kamu harus ngembalikan uangnya.” Karyo “Iya pak. Karyo janji” pergi ke kamar. Keesokan harinya, Karyo sudah memantapakan dirinya untuk pergi meninggalkan rumah. Dia pun langsung berpamitan kepada kedua orang tuanya. Karyo “Pak..bu…, Karyo mau bicara.” Ibu “Piye, Le?” Karyo “Karyo mau pamit bu, pergi merntau.” Ibu “Lah mau kemana to, Le?” Karyo “Mau cari kerja bu, buat gantiin uang bapak.” Ibu “Tapi ibu gak bisa kasih pesangon, Le.” Bapak “Sudahlah bu biarkan aja, yang penting kita bisa beli sawah lagi.” Ibu “Pak…jangan kayak gitu to.” Karyo “Tidak apa-apa bu.” Ibu “Beneran, Le? Ya sudah hati-hati. Semoga kamu selamat sampai tujuan.” EPISODE 2 Sampai di perantauan, Karyo bingung karenahanya memiliki uang Rp. 3000,00. Kemudian dia bertemu dengan tukang becak dan bertanya. Karyo “Pak saya mau Tanya, harga sewa becak seharinya berapa ya?” Tukang becak “Rp. 500,00 dek.” Karyo “Kalau saya mau nyewa, dimana ya pak?” Tukang becak “Oh…nanti sekalian saya antar dek.” Akhirnya Karyo dapat menyewa becak dengan harga sewa seharinya. Hari-hari Karyo menjalani pekerjaannya menjadi tukang becak. Malam hari ketika Karyo sedang beristirahat di atas becaknya, dia bergumam. Karyo “Kalau begini caranya, mau sampai kapan aku bisa ngembalikan uang bapak? Untuk sehari-hari saja gak cukup.” Keesokan harinya Karyo mengantar perjalanan Karyo melihat ada sebuah pabrik batako dan disana ada lowongan pekerjaan. Setelah mengantar penumpang. Karyo langsung menuju pabrik batak tersebut dan bertanya. Karyo “Permisi pak.” Tukang “Ya ada apa mas?” Karyo “Saya mau melamar kerja pak.” Tukang “Oh…y asana masuk saja, menemui Pak Bambang.” Karyo menuju ruangan Pak Bambang. Karyo Mengetuk pintu. Pak Bambang “Ya masuk.” Karyo “Permisi pak. Saya mau melamar kerja disini.” Pak Bambang “Oh…ya mas. Besuk langsung kerja ya.” Karyo “Terima kasih pak.” Keesokan harinya Karyo bekerja sebagai tukang batako. Karyo menjalani pekerjaannya dengan semangat. Tiga hari kemudian Karyo merasakan susah payah menjalani pekerjaan itu. Lalu ia memutuskan kembali menjadi tukang becak lagi. Hari berikutnya dia kembali menarik becak. Dia bertemu dengan seorang penumpang yang menawari pekerjaan. Karyo “Mau kemana mbak?” Penumpang “Ke Rumah Sakit Ibnu Sina mas.” Karyo “Oh kerja disitu ya mbak?” sambil mengayuh becaknya. Penumpang “Iya mas. Lah masnya sudah lama kerja jadi tukang becak?” Karyo “Ya…gini lah mbak. Saya sudah lama tapi ingin mencari pekerjaan yang lebih baik lagi.” Penumpang “Kebutulan mas, di rumah sakit tempat kerja saya ada lowongan jadi tukang kebun.” Karyo “Kebutulan mbak, sekalian nanti saya mau daftar.” Penumpang “Oh iya mas, nanti saya antar.” Sampai di rumah sakit Karyo diantar penumpang tadi menuju tempat HRD. Dia berbicara dengan pimpinannya. Karyo “Permisi bu.” Pimpinan “Ya, ada yang bisa saya bantu?” Karyo “Saya mau melamar jadi tukang kebun disini bu.” Pimpinan “Wah saying sekali mas. Kebetlan barusan sudah ada yang melamar.” Karyo “Ya sudah bu, terima kasih.” Pimpinan “Iya mas.” Keluar dari ruangan Karyo bertemu dengan pegawai Rumah Sakit tadi. Pegawai “Gimana mas, sudah diterima?” Karyo “Wah sudah ada yang melamar mbak.” Pegawai “Saya ada informasi pekerjaan lagi mas, tapi bukan di daerah sini.” Karyo “Dimana mbak?” Pegawai “Di Jakarta jadi office boy.” Karyo “Kalau gitu saya minta alamatnya saja mbak.” Pegawai “Oh iya mas. Ini alamatnya” sambil memberi selembar kertas. Thursday, May 14, 2015 Puisi abang tukang ojek. Pengertian ojek adalah transportasi umum tidak resmi berupa sepeda motor atau sepeda yang umumnya disewakan dengan cara memboncengkan penumpang. Dengan harga yang ditentukan dengan cara tawar menawar dengan sopirnya dahulu setelah itu sang sopir akan mengantar ke tujuan yang diinginkan penumpangnya. Berkaitan dengan ojek, dibawah ini, puisi berjudul abang tukan ojek, bagaimana puisinya, untuk lebih jelasnya, silahkan disimak saja puisinya berikut ini. Puisi Abang Tukang Ojek Oleh Penyair Kecil Abang tukang ojek berbaris Sandarkan kepastian mengantri menulis Mengeringkan badan tersumbat oleh keringat Sehari tak jalan, nasibmu begitu hitam pekat Roda-rodamu menginspirasi kami Terus berputar setiap tarikan yang kau bawa Untuk sebutir nasi yang kau selalu dinanti Tapi tak selalu sepadan dengan semua, congkak- congkak berdiri menentangnya Nasib-nasib banyak dibully Dari kecil sampai saat ini Kurus mengering disiram sajak-sajak surya Kau masih setia di pengkolan membawa segudang cinta, cerita untuk keluarga Dan tak ada gelisah resah di wajah yang basah Tetap riang mengambang di bawah siang Bukan sendiri kau berjuang Banyak sekali kawan-kawanmu yang berdiri menantang Akan ketimpangan keadilan negeri ini yang teramat bimbang Jakarta 14 Mei 2015 Demikianlah puisi abang tukang ojek. Simak/baca juga puisi puisi yang lain di blog ini. Semoga puisi di atas menghibur dan bermanfaat... Sampai jumpa di artikel puisi selanjutnya dengan label aneka puisi. Tetap di blog puisi dan kata bijak menyimak/membaca puisi puisi yang kami update. Terima kasih sudah berkunjung. Perkara becak kembali menyeruak tatkala Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melontarkan gagasan untuk mengijinkan kembali beroperasinya becak di kota metropolitan Jakarta. Dengan sisa bara kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 yang belum sepenuhnya padam, tentu saja gagasan ini menuai kontroversi, memunculkan pro-kontra dengan segala variasinya, baik dalam polemik di media massa maupun keriuhan wargamaya di platform media sosial. Becak, sebagai moda transportasi manusia memang sangat terkait dengan perkembangan kota. Di ibukota Jakarta, setidaknya dalam dua dekade terakhir, becak telah dianggap sebagai bagian dari sejarah transportasi masa lalu seiring dengan penerbitan aturan yang melarang becak beroperasi di Jakarta. Pada awal pemberlakuan larangan tersebut, sering terjadi razia becak dan hasil dari razia tersebut ditenggelamkan di Laut Jawa kawasan Kepulauan Seribu dan dimanfaatkan sebagai rumpon, tempat bersarang ikan laut. Razia-razia terhadap becak di Jakarta menjadi pengingat represinya Satpol PP di DKI Jakarta sebagai aparat penjaga keamanan dan ketertiban Jakarta. Iklan Rekaman ingatan tentang kisah becak juga menjadi inspirasi dalam karya seni dan sastra di Indonesia, diekspresikan dalam lagu, film, esai, novel dan puisi. Tentu kita pernah mendengar lagu anak berjudul Naik Becak karya Ibu Sud. Lagu tersebut dengan riang menggambarkan keceriaan tamasya keliling kota dengan transportasi becak. Sebaliknya, film Pengemis dan Tukang Becak besutan sutradara Wim Umboh dan dilanjutkan Lukman Hakim Nain menggambarkan realitas kemiskinan yang terjadi pada masa Orde Baru. Film yang tayang pada tahun 1978 berkisah tentang kejamnya ibukota yang tak ramah pada orang miskin yang direpresentasikan salah satunya oleh tukang becak. Kematian tragis Sukardal, tukang becak yang gantung diri gara-gara becaknya dirampas dalam razia aparat kota Bandung pada tanggal 2 Juli 1986 direkam secara getir dalam esai Catatan Pinggir Goenawan Mohammad berjudul “The Death of Sukardal”. Novelis cum Rohaniwan YB Mangunwijaya juga pernah merekam kisah tukang becak dalam novel “Balada Becak atau Sebuah Riwayat Melodi Yus-Riri” yang terbit pertama kali pada tahun 1985. Novelis yang akrab dipanggil Romo Mangun ini dengan paragraf-paragraf panjang di novel ini menggambarkan realitas kompetisi antara becak dan kolt angkutan umum bersaing di jalan-jalan aspal Yogya. Novel ini juga menggambarkan kisah-kisah seputar tukang becak dan bakul sebayanya, juga tentang kehidupan kampus UGM dan mahasiswanya. Cerpen Seno Gumira Ajidarma yang berjudul “Setan Becak” yang menjadi salah satu Cerpen Terbaik TEMPO 2016 mungkin adalah karya sastra mutakhir berthema becak. Cerpen ini mengambil latar belakang tahun kegelapan 1966 dimana pembunuhan politik terjadi dan banyak beredar mitos tentang setan berprofesi sebagai pengemudi becak. Di ladang puisi, ada belasan sajak tentang becak dan pengemudinya dituliskan oleh Wiji Thukul pada dekade delapanpuluhan hingga awal sembilanpuluhan. Berbeda dengan penulis lagu Ibu Sud, sutradara Wim Umboh dan Lukman Hakim Nain, esais Goenawan Mohammad dan novelis Romo Mangun yang merekam becak dalam karya-karya mereka dari sudut pandang yang berjarak, maka Wiji Thukul menulis puisi tentang becak dari jarak yang sangat dekat, sebagai anak tukang becak. Dalam antologi puisi Wiji Thukul yang terlengkap “Nyanyian Akar Rumput” setidaknya ada 15 puisi yang menyebut becak di dalam syair-syairnya. Bahkan ada satu puisi berjudul “Nyanyian Abang Becak” yang biasanya dibacakan secara teatrikal oleh Wiji Thukul. Ini memperlihatkan betapa penyair yang hingga saat ini belum diketahui rimbanya sejak tahun 1998, memiliki ikatan emosional yang kuat mengenai becak dan pengemudinya. Puisi pertama Wiji Thukul tentang becak adalah “Nyanyian Abang Becak” yang dituliskan pada tahun 1984. Puisi ini menggambarkan dampak beruntun dari kenaikan BBM. Dampak itu tidak hanya soal harga-harga yang semakin membubung tinggi tetapi juga memicu pertengkaran keluarga. “jika harga minyak mundhak, simbok semakin ajeg berkelahi dengan bapak, Harga minyak mundhak, Lombok-lombok akan mundhak, sandang pangan akan mundhak”. Puisi ini juga ungkapan kemarahan atas kenaikan BBM yang dikatakan sebagai kebijaksanaan. “siapa tidak marah bila kebutuhan hidup semakin mendesak, Seribu lima ratus uang belanja tertinggi dari bapak untuk simbok” ….. “jika BBM kembali menginjak namun juga masih disebut langkah-langkah kebijaksanaan, maka aku tidak akan lagi memohon pembangunan nasib” Narasi yang sama juga ada dalam bait puisi “Apa Yang Berharga Dari Puisiku” “Apa yang berharga dari puisiku, Kalau bapak bertengkar dengan ibu, Ibu menyalahkan bapak, Padahal becak-becak terdesak oleh bus kota, Kalau bus kota lebih murah, siapa yang salah” Puisi yang berjudul “Sajak Bapak Tua” mendiskripsikan beban berat yang harus ditanggung bapak sebagai pengemudi becak “bapak tua kulitnya coklat dibakar matahari kota jidatnya berlipat-lipat seperti sobekan luka pipinya gosong disapu angin panas tenaganya dikuras di jalan raya siang tadi” Dalam puisi romantis “Jangan Lupa Kekasihku”, ajakan Wiji Thukul kepada perempuan yang dicintainya untuk berterus terang mengenai lingkungan sekeliling, tetangga, teman dan orangtua. Dia pun tak lupa mengungkapkan bahwa orangtuanya adalah pengemudi becak. “jangan lupa, kekasihku Jika kau ditanya siapa mertuamu Jawablah yang menarik becak itu Itu bapakmu, kekasihku” Sebagian besar puisi-puisi Wiji Thukul berkisah tentang kegundahan dan kemarahannya atas pembangunan kota yang serakah dan tak ramah pada tukang becak, seperti dalam bait puisi berjudul “Jalan” “jalan kiri-kanan dilebarkan becak-becak melompong di pinggiran yang jalan kaki, yang digenjot yang jalan bensin, semua ingin jalan” Jauh sebelum diskusi mengenai tata kota dan transportasi yang berkeadilan mengemuka, puisi-puisi Wiji Thukul memaparkan kompetisi tak seimbang antara becak dengan tenaga manusia dan kendaraan bermotor bis kota. Dalam puisi “Sajak Setumbu Nasi Sepanci Sayur” dikisahkan “bus kota merdeka berlaga di jalan raya becak-becak berpeluh melawan jalan raya” Ini juga digambarkan sebagai mimpi buruk yang dibayangkan Wiji Thukul dalam puisi “Sajak Bapak Tua” “di dalam kepalaku bus tingkat itu tiba-tiba berubah jasi ikan kakap raksasa becak-becak jadi ikan teri yang tak berdaya” Seperti di kota-kota lainnya, ruang gerak becak di kota Solo saat itu juga dibatasi atas nama keindahan kota. Dalam puisi “Kepada Ibuku”, Wiji Thukul bercerita kepada ibunya tentang pembangunan dan ketidakadilan “ibu, aku tidak punya data komplet tentang ketidakadilan, hanya mataku terpukau di ingar jalan raya aspalan, kendaraan bikinan jepang, itali, amerika laju, tetapi abang-abang becak disingkirkan oleh kebijaksanaan pembangunan” Dalam puisi “Pemandangan”, Wiji Thukul menemukan aturan baru daerah larangan untuk becak “di pojok ronggowarsito, ada aturan baru becak dilarang terus bus kota turah-turah penumpang!” Puisi “Jalan Slamet Riyadi Solo” juga menuliskan ancaman peminggiran becak “hanya kereta api itu masih hitam legam dan terus mengerang memberi peringatan pak-pak becak yang nekat potong jalan, “hei, hati-hati cepat menepi, ada polisi, banmu digembos lagi nanti!”” Kembali ke wacana yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk membolehkan kembali operasi becak di Jakarta yang memicu dugaan bahwa ini adalah kampanye populisme yang penuh agenda politik tampaknya memang bukan hal yang baru. Isu tentang becak bisa menjadi isu politik dan bisa mengemuka menjelang Pemilu. Dalam Pemilihan Gubernur DKI DI tahun 1999 yang masih dipilih oleh DPRD, Rasdullah yang dikenal sebagai pengemudi becak berani mencalonkan diri sebagai kandidat Gubernur meski akhirnya tak masuk nominasi. Di dua kali Pilkada DKI Jakarta yang dipilih secara langsung tahun 2012 dan 2017, masalah becak juga menjadi salah satu kampanye bahkan masuk dalam kontrak politik. Jauh sebelumnya, Wiji Thukul juga merekam mobilisasi tukang becak untuk kepentingan Pemilu. Dalam puisi “Aku Lebih Suka Dagelan” yang berkisah tentang suasana Pemilu 1987 dituliskan “ada juga yang bertengkar padahal rumah mereka bersebelahan penyebabnya hanya karena mereka berbeda tanda gambar ada juga kontestan yang nyogok tukang-tukang becak akibatnya dalam kampanye, banyak yang mencak-mencak”. Tragisnya suara mereka hanya dibutuhkan dalam Pemilu dan tukang becak hanya menunggu janji-janji sampai mereka mati. Kisah tragis ini tergambar dalam puisi “Kuburan Purwoloyo” “disini gali-gali tukang becak orang-orang kampung yang berjasa dalam setiap pemilu terbaring dan keadilan masih saja hanya janji disini kubaca kembali sejarah kita belum berubah!” Ikuti tulisan menarik Wahyu Susilo lainnya di sini.

puisi tentang tukang becak